Sebutan akrab dari saudara tanah arab yang katanya berasal dari bahasa Aceh yang artinya kau/kamu mulai dia jejalkan ke kepala kami semua, "Kee" begitu dia menyapa kami semua. Kota Gudeg yang berhati nyaman ini memang engga bakal hilang dari sebagian memori otak tiap orang yang pernah menetap atau bahkan datang sesaat di kota ini. "Istimewa" kata yang sering digaungkan seniman dan penghuni kota kecil ini untuk menggambarkan kota ini, saya sih lebih memilih "Indonesia Kecil" untuk sebutan kota yang memberikan warna baru dalam budaya hidup saya sebagai masyarakat sumatera yang identik dengan nyali dan kesemerawutan.
Jangan tanya hal yang menarik dari Jogja, barisan lokasi wisata air di sepanjang pantai selatan dan beberapa pantai baru di daerah Gunung Kidul memberikan aroma baru dalam tiap perjalanan wisata menuju DIY, walaupun sebenernya beberapa daerah wisata tidak masuk dalam wilayah administrasi DIY, tapi orang-orang lebih identik menyebut Jogja.
Saudara tanah arab dan Bli Way yang merupakan penduduk asli Palembang berdarah Bali mengajak saya dan Datuk Melayu Rembang menuju salah satu lokasi pantai yang katanya mereka "disana cuma ada satu warung doang".
Berbekal kursi santai dan semangka yang kami beli di tengah perjalanan, akhirnya lokasi yang dituju ketemu juga. Pantai Ngentun, begitu warga lokal menyebut surga kecil ini. Cukup mudah dijangkau dari Yogya, kurang lebih menghabiskan waktu 3 jam untuk duduk mendengar musik dan berhenti untuk sekedar mampir ketoilet. Sepi tanpa pengunjung, ditemani sebuah warung reyot yang dikelola sepasang suami istri yang sudah layak kami panggil Mbah, dengan akrab menyapa 4 pemuda yang hidup dalam kondisi Low dan kepribadian Left ini dengan bahasa jawa Kromo.
Kondisi LowLeft tidak menjadi penghalang untuk menikmati hidup yang kami mau, tidak perlu hal-hal mewah atau menjadi orang lain dalam bergaul, Jogja dan Kee… selalu memberikan warna baru dalam perjalanan cuti kerja yang saya miliki. Kapan Kee ke Jogja???
No comments:
Post a Comment